PENERAPAN MODEL BERPIKIR INDUKTIF DENGAN MEDIA/ALAT PERAGA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA
1.
Latar
Belakang
Pendidikan
sangat berperan penting dalam kehidupan manusia dari zaman dulu sampai
sekarang. Dengan adanya pendidikan, manusia akan tumbuh dan berkembang menjadi
individu yang sempurna. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk
melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab,
produktif dan berbudi
pekerti luhur dalam
kehidupannya. Untuk menghasilkan harapan tersebut, manusia harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan mutu kehidupannya. Dengan
pengetahuan tersebut, manusia dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya dengan berpikir secara mandiri. Oleh karena itu, pendidikan sangat
dibutuhkan dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Rendahnya kualitas sumber
daya manusia dapat
diartikan sebagai kurang berhasilnya proses pembelajaran. Hal ini sangat bergantung pada komponen-komponen
pembelajaran seperti kondisi siswa, guru, sarana dan prasarana maupun model atau media pembelajaran yang digunakan. Minat dan motivasi siswa yang
rendah, kinerja guru yang kurang baik, juga akan menyebabkan kurang
berhasilnya kualitas sumber daya
manusia.
Salah
satu mata pelajaran yang menunjang pembangunan sumber daya manusia adalah
matematika. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang melatih manusia
untuk membentuk
kemampuan berfikir secara logis, kritis, kreatif dan dinamis, sehingga manusia
mampu menemukan ide-ide baru yang dapat berguna bagi kepentingan teknologi dan
perbaikan hidupnya. Dibandingkan dengan disiplin ilmu
lainnya, matematika mempunyai sifat khas yaitu pengetahuan matematika tidak dapat
dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa dalam menerima
pelajaran. Pada diri siswa terjadi perubahan struktur kognitif, artinya dalam
memahami matematika tidak cukup hanya dengan menghafal rumus-rumus, tetapi
membutuhkan pengertian, pemahaman dan keterampilan secara mendalam.
Menurut
Sumarmo (dalam Sobel, 2004: 13) menyatakan bahwa secara umum indikator
pemahaman matematika meliputi mengenal, memahami dan menerapkan konsep,
prosedur, dan ide matematika.
Kemampuan pemahaman matematika adalah salah satu
tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi
yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu
dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti materi pelajaran itu sendiri.
Pemahaman matematika juga merupakan salah satu dari tujuan setiap materi yang
disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai
konsep yang diharapkan, memahami keterkaitan antar konsep dan memberi arti. Hal
ini sesuai dengan Hudoyo (1985) yang menyatakan tujuan mengajar adalah agar
pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami siswa. Pendidikan yang baik adalah
usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar
materi yang disampaikan dipahami sepenuhnya oleh siswa.
Namun
pada kenyataannya, Priatna (2008: 33) menyatakan bahwa tingkat penguasaan siswa tehadap
pelajaran matematika sangat rendah. Hasil survey Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2003 menempatkan Indonesia
pada posisi ke-34 dalam bidang matematika dari 50 negara yang di survey. Tahun
1999, 2003, dan 2007 tingkat penguasaan matematika siswa Indonesia di bawah
siswa dari negara Singapura dan Malaysia, Thailand dan Pilipina. Hal ini
menunjukkan rendahnya pemahaman siswa terhadap matematika.
Proses pemberian materi
pada mata pelajaran matematika, dibagi secara bertahap dan saling
berkesinambungan antar satu materi dengan materi berikutnya. Dalam hal ini, seorang siswa
harus menguasai konsep dasar suatu materi, agar mudah dalam menguasai materi
yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (1993: 69) yang menyatakan bahwa seharusnya
sejak dini konsep-konsep matematika itu dapat diajarkan oleh guru dengan metode
dan penyampaian yang tepat, sehingga siswa diharapkan dapat menguasai dengan
baik suatu materi matematika yang kemudian dapat menjadi dasar untuk materi
selanjutnya.
Salah
satu materi
matematika yang harus dipelajari siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
adalah luas permukaan
bola. Kesulitan dalam menentukan luas
permukaan bola dikarenakan siswa
dituntut untuk selalu menghafalkan setiap rumus yang akan
digunakan dalam pembelajaran tanpa tahu cara mendapatkan rumus tersebut. Selama ini proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher
centered), bukan pada siswa (student centered). Masih ada guru yang
beranggapan bahwa belajar matematika adalah penuangan ilmu atau transfer of
knowledge dari
guru
ke siswa dan model pembelajaran yang digunakan guru cenderung tidak melibatkan siswa aktif baik secara fisik maupun intelektual serta tidak menekankan pada
pemahaman siswa sehingga pengertian siswa dalam menemukan sendiri konsep luas permukaan bola sangat lemah.
Kondisi ini menyebabkan siswa cepat lupa, jenuh, bahkan kurang mampu mengaplikasikan rumus yang ada dan siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengemukakan ide/gagasannya sehingga tanpa disadari akan mematikan kreatifitas siswa dan tidak adanya motivasi belajar
siswa. Proses pembelajaran
matematika pun berfokus pada buku
paket dan guru hanya menjelaskan materi apa yang ada pada buku paket siswa. Hal
ini sesuai dengan pendapat Soejana (1998: 14) yang
menyatakan bahwa pembelajaran matematika selama ini hanya berorientasi buku
paket siswa dan pada hasil belajar, evaluasinya cenderung kepada penguasaan
materi, dan pendekatan atau model pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dengan karakteristik materi yang
dipelajari. Akibatnya,
siswa ketika belajar matematika hanya menjadi penghafal rumus matematika tanpa
memahami makna dari rumus tersebut. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk aktif membangun
sendiri pengetahuannya dan menemukan konsep-konsep secara mandiri,
guru hanya sebagai fasilitator. Guru perlu mengusahakan suatu
pembelajaran yang bisa menciptakan suasana belajar yang kondusif yang dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Saat ini, banyak model pembelajaran yang
telah dikembangkan oleh para ahli. Model pembelajaran terus dikembangkan guna
mengatasi hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kualitas
pembelajaran. Sebagaimana
yang dikemukakan Abdurrahman (2003: 38) bahwa:
faktor penyebab rendahnya atau kurangnya pemahaman
peserta didik terhadap konsep matematika, salah satu diantaranya adalah metode
pembelajaran yang digunakan oleh pengajar. Misalnya, dalam
pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan
peserta didik dalam proses
belajar mengajar sebagai pendengar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
pembelajaran matematika di kelas yang diharapkan adalah pembelajaran yang
berpusat pada siswa, proses pembelajaran di kelas yang melibatkan interaksi
antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau pun siswa dengan media pembelajaran.
Pemilihan model pembelajaran dan media yang tepat akan sangat membantu proses
pembelajaran matematika di kelas.
Pembelajaran
matematika yang menyenangkan dapat diawali dengan menyajikan materi melalui
media pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik materi yang
diajarkan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat As’ri yang menyatakan
pemilihan media pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa memahami suatu
materi. Dan untuk
memudahkan seorang anak memahami materi matematika yang abstrak, perlu
menggunakan benda-benda konkret (1998: 3). Karena itu, dalam penyampaian
materi matematika harus melibatkan benda-benda yang konkret menuju hal-hal yang
abstrak, seperti sudah mampu membayangkan bola secara imajinatif.
Media dalam pembelajaran
merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk
teknologi perangkat keras atau segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan,
dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong
terciptanya proses belajar pada diri siswa. Media yang digunakan dalam
pembelajaran matematika hendaknya dapat dimanipulasi serta dilihat, didengar,
dan dibaca (Martinis,
2008: 151). Oleh karena itu media yang digunakan dalam
mata pelajaran matematika menjadi sangat spesifik. Media sebagai sumber belajar diakui sebagai
alat bantu auditif, visual, dan audiovisual. Dalam hal
ini media yang akan digunakan untuk mengajar
materi bola adalah media jeruk.
Melihat
realita di atas, guru harus dapat melaksanakan perbaikan sistem pembelajaran. Selama ini pembelajaran yang dilaksanakan
tanpa menggunakan media kurang menarik
perhatian siswa, sehingga menyebabkan rendahnya tingkat pemahaman belajar
siswa. Selain itu dari berbagai sumber dijelaskan bahwa cara pembelajaran
dengan menggunakan media dapat meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar matematika siswa.
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, penulis merasa perlu untuk
merealisasikan upaya tersebut dalam suatu penelitian dengan judul: “Penerapan
Model Berpikir Induktif untuk
Meningkatkan Pemahaman
dan
Motivasi Belajar Matematika
Siswa”.
Comments
Post a Comment