Model
problem Based Learning(PBL)
a.
Pengertian model Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan salah satu kelompok model sosial. pembelajaran
berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang
menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk
memecahkan masalah dunia nyata (real world).
PBL dapat
dimulai dengan mengembangkan
masalah yang: (1) menangkap
minat siswa dengan
menghubungkannya dengan isue
di dunia nyata;
(2)
menggambarkan atau mendatangkan
pengalaman dan belajar
siswa sebelumnya; (3) memadukan
isi tujuan dengan
ketrampilan pemecahan masalah;
(4) membutuhkan kerjasama, metode banyak tingkat
(multi-staged method) untuk menyelesaikannya;(5) mengharuskan siswa melakukan
beberapa penelitian independent untuk menghimpun atau memperoleh semua
informasi yang relevan dengan masalah tersebut. Karena dalam
PBL pembelajaran mendasarkan pada masalah,
maka pemilihan masalah menjadi
hal yang sangat
penting. Masalah untuk
PBL seharusnya dipilih sedemikian hingga
menantang minat siswa
untuk menyelesaikannya, menghubungkan
dengan pengalaman dan belajar sebelumnya, dan membutuhkan kerjasama dan
berbagai strategi untuk menyelesaikannya. Untuk
keperluan ini, masalah
open-ended yang disarankan untuk
dijadikan titik awal pembelajaran. Masalah yang open-ended adalah masalah yang
mempunyai lebih dari satu cara untuk menyelesaikannya, atau
mempunyai lebih dari
satu jawaban yang benar. Foong (2002)
menyebutkan ciri-ciri masalah
open-ended, antara lain
adalah: (1) Metode penyelesaiannya tidak tertentu; (2) Jawabannya tidak tertentu; (3) Mempunyai
banyak jawaban yang mungkin; (4) Dapat diselesaikan dalam cara yang
berbeda; (5) Memberi siswa ruang untuk
membuat keputusan sendiri
dan untuk berfikir
matematis secara alamiah; (6)
Mengembangkan penalaran dan
komunikasi; atau (6)
Terbuka untuk kreativitas dan
imaginasi siswa. Eric (2002) menyatakan
hal yang hampir sama, yaitu bahwa tugas-tugas
masalah open-ended akan
menyediakan: (1) Kesempatan
kepada siswa untuk menghasilkan
beberapa pilihan dan penyelesaian; (2)
Kesempatan kepada siswa
untuk merundingkannya bersama
siswa lain; dan
(3) Kesempatan kepada
siswa untuk membuat keputusan dan menjelaskan keputusan mereka.
Dari ciri-ciri masalah
open-ended yang demikian
tampak bahwa tujuan
siswa dihadapkan dengan masalah open-ended yang demikian bukan hanya untuk
mendapatkan jawaban, tetapi lebih
menekankan kepada cara
bagaimana ia memperoleh
jawaban. Dengan demikian, cara mendapatkan jawaban akan lebih variatif
tergantung pada tingkat pengetahuan yang dimiliki siswa.
Sesuai karakteristik
PBL, guru perlu
pandai-pandai menempatkan diri
sebagai fasilitator yang baik. Guru disarankan memfasilitasi diskusi
siswa hanya jika benar-benar diperlukan.
Dalam keadaan diskusi
menemui kebuntuan, guru
dapat memancing ide siswa
dengan pertanyaan yang
menantang, atau memberi
petunjuk kunci tanpa
mematikan kreativitas. Menurut
Duch, et.al. (2000)
peran guru dalam
PBL adalah membimbing, menggali
pemahaman yang lebih dalam, dan mendukung inisiatif siswa, tetapi tidak memberi
ceramah pada konsep yang berhubungan langsung dengan masalah esensial yang dipecahkan, dan juga
tidak mengarahkan atau memberikan penyelesaian yang mudah. Weissinger
(2004) menyebutkan bahwa meskipun guru
tidak dapat mengontrol apapun
dalam kehidupan siswa, namun guru dapat memonitor lingkungan belajar siswa.
Guru
adalah bagian integral dari proses pembelajaran yang membuat keputusan tentang
kegiatan pembelajaran, memilih
jenis pertanyaan untuk
disampaikan di kelas,
dan memutuskan kapan waktu
untuk diskusi atau
refleksi, disesuaikan dengan
tujuan pembelajarannya. Suatu
pembelajaran PBL akan
menjadi ”student-directed” ataukah
”teacher-directed”, diputuskan oleh guru berdasarkan pada ukuran kelas,
kedewasaan intelektual siswa, dan tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, pada
kelas yang besar dari siswa baru, guru dapat menginterupsi proses penyelesaian
masalah dalam kelompok setiap selang 10 – 15 menit untuk keseluruhan diskusi kelas, atau memberi pembelajaran singkat yang membantu siswa memperoleh sedikit
petunjuk atau jalan, atau mengijinkan mereka untuk membandingkan catatannya
dalam mendekati masalah
tersebut (Duch, et.al.,2000). Bagaimanapun, selain
interaksi antar siswa,
interaksi antara guru
dan siswa juga merupakan salah
satu faktor yang
paling kuat dalam
melancarkan jalannya proses pembelajaran. Oleh
karena itu, PBL
memberikan kesempatan untuk terjadinya kedua interaksi tersebut. Meskipun kemampuan
matematis yang lain
seperti penalaran, pembuktian, koneksi, dan
representasi juga dapat
ditingkatkan melalui PBL,
namun kemampuan pemecahan masalah
matematis dan kemampuan
komunikasi matematis akan
menjadi lebih nyata peningkatannya dalam
PBL. Karena PBL
dimulai dengan suatu
masalah untuk diselesaikan, maka siswa yang belajar dalam lingkungan PBL
akan dapat menjadi terampil dalam menyelesaikan masalah, dan diskusi yang
intensif merupakan forum yang sangat tepat untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi matematis.
Memperhatikan
masalah yang dipilih, apa yang akan terjadi, dan apa yang akan diperoleh siswa
dalam diskusi mereka
ketika menyelesaikan masalah,
dan bagaimana peran guru dalam
melaksanakan PBL, jelaslah bahwa dalam
pendekatan pembelajaran yang berbasis
masalah, dapat diduga
besar kemungkinan kemampuan
pemecahan masalah matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa
akan meningkat secara nyata. Dengan
demikian dapat dikatakan
bahwa sangatlah tepat
memilih PBL untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Namun demikian,
tidak berarti tidak
akan ada masalah
bagi guru untuk melaksanakan PBL.
Oleh karena dalam PBL basis
dari pembelajaran adalah
masalah, maka pemilihan masalah
yang tepat merupakan
hal yang penting
sekali untuk keberhasilan pelaksanaannya. Kendala
yang kemudian muncul
pada para guru
adalah pemilihan masalah yang tepat bukanlah hal mudah. Kondisi,
kemampuan awal, tingkat dan kecepatan berfikir, dan aspek-aspek lain pada diri
siswa pada kelas yang heterogen, seringkali juga menjadi masalah tersendiri.
Untuk itu seorang guru harus terus menerus mengasah kepekaannya untuk dapat
melihat siswa atau kelompok siswa mana yang lebih memerlukan bantuan
dibandingkan siswa atau
kelompok siswa yang
lain. Berikut ini diberikan
contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk materi Peluang menggunakan PBL . Salah satu model pembelajaran yang mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari yang nyata adalah model Problem Based
Learning, sehingga PBL sesuai diterapkan pada materi program linear
b. Komponen Pembelajaran
1. Sintaks
Ibrahim dan Nur (2000) mengemukakan Langkah-langkah
yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran dengan Model Problem Based
Learning adalah sebagai berikut:
Sintaks
|
Aktivitas/
Kegiatan guru
|
Fase-1
Orientasi
siswa kepada masalah
|
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa
untuk terlibat langsung dalam pemecahan masalah yang dipilih
|
Fase-2
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
|
Guru
membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
|
Fase-3
Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
Fase-4
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
|
Guru
membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti
laporan, video dan model untuk membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
|
Fase-5
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
|
2. Sistem Sosial
Siswa
diskusi dalam kelompok bernaggotakan 6 orang. Sistem sosial menandakan hubungan yang
terjalin antara guru dan siswa, termasuk norma atau prinsip yang harus dianut
dan dikembangkan untuk pelaksanaan model. Guru menjadi fasilitator bagi
kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar.
3. Prinsisp Reaksi
Prinsip
reaksi bermakna sikap dan perilaku guru untuk menanggapi dan merespon bagaimana
siswa menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah. Pada awal pembelajaran
guru menginformasikan bahwa pembelajaran kali ini akan dilaksanakan dengan
model PBL dan tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selama diskusi guru
bertindak sebagai fasilitator.
4. Sistem Pendukung
Bahan yang dibagikan kepada siswa
berupa LKS.
5. Dampak instruksional dan pengiring
a. Dampak Instruksional
Pemahaman
konsep program linear dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari lebih bermakna, mengembangkan
keterampilan penyelesai masalah, dan mengembangkan proses berfikirnya.
b. Dampang Pengiring
Semangat
dalam belajar, ada sikap kerjasama, tanggung jawab, berpikir logis dan siswa belajar
mandiri.
Comments
Post a Comment