Secara garis besar, untuk
semua jenjang sekolah, kemampuan dasar matematika dapat diklasifikasikan dalam
lima standar kemampuan dengan indikator sebagai berikut.
1. Pemahaman
Matematika
Secara umum indikator
kemampuan pemahaman matematika meliputi mengenal, memahami, dan menerapkan
konsep, prosedur, prinsip, dan idea matematika. Polya (Pollateksek et al.1981)
merinci kemampuan pemahaman pada empat tahap, yaitu (1) pemahaman mekanikal yang
dicirikan oleh dapat mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung
secara sederhana; (2) pemahaman induktif, yakni dapat menerapkan rumus atau
konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa; (3) pemahaman rasional,
yakni dapat membuktikan kebenaran rumus dan teorema, dan (4) pemahaman
intiutif, yakni dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu)
sebelum menganalisis lebih lanjut.
Berbeda dengan polya,
Pollatsek et al (1981) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1)
pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan rumus dalam perhitungan
sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik, (2) pemahaman
fungsional, yaitu dapat mengkaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip
lainnya dan menyadari proses yang dikerjakan.
Serupa dengan Pollaksek dan
Skemp, Copeland (1979) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu (1)
pemahaman instrumental, yakni hafal konsep/prinsip tanpa kaitan dengan yang
lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan
perhitungan secara algoritmik, dan (2) pemahaman relasional, yakni dapat
mengaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip lainnya.
Mirip pendapat Pollatsek dan
Skemp, Copeland (1979) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu
(1)knowing how to, yaitu dapat mengerjakan suatu perhitungan secara
rutin/algoritmi, dan (2) knowing, yakni dapat mengerjakan suatu
perhitungan secara sadar.
2. Pemecahan
Masalah Matematik (mathematical problem solving)
Pemecahan masalah matematik
mempunyai dua makna. Pertama, sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang
digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami
materi/konsep/prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah
atau situasi yang kontekstual kemudian secara induksi siswa menemukan
konsep/prinsip matematika.
Kedua, sebagai tujuan atau
kemampuan yang harus dicapai, yang dirinci dalam indikator (a) mengidentifikasi
kecukupan data untuk pemecahan masalah, (b) membuat model matematik dari suatu
situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya, (c) memilih dan
menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan/ atau di luar
matematika, (d) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan
asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban, dan (e) menerapkan
matematika secara bermakna.
3. Penalaran
Matematika (Mathematical reasoning)
Beberapa kemampuan yang
tergolong dalam penalaran matematik di antaranya adalah (a) menarik kesimpulan
logis, (b) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau
pola, (c) memperkirakan jawaban dan proses solusi, (d) menggunakan pola
hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi, dan
menyusun konjektur, (e) mengajukan lawan contoh, (f) mengikuti aturan inferensi,
memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid, dan
(g) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian
dengan induksi matematika.
4. Koneksi
Matematil (mathematical connection)
Kemampuan yang tergolong pada
koneksi matematik di antaranya adalah (a) mencari hubungan berbagai
representasi konsep dan prosedur, (b) memahami hubungan antar topik matematika,
(c) menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari,
(d) memahami representasi ekuivalen suatu konsep, (e) mencari hubungan satu
prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, (f) menerapkan
hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di
luar matematika.
5. Komunikasi
matematik (Mathematical communication)
Kemampuan yang tergolong pada
komunikasi matematik di antaranya adalah (a) menyatakan suatu situasi, gambar,
diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik,
(b) menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan,
(c) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, (d) membaca
dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis, (e) membuat konjektur,
menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi, (f) mengungkapkan
kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.
Adapun sikap yang harus
dimiliki siswa di antaranya adalah sikap kritis dan cermat, objektif dan
terbuka, menghargai keindahan matematika, serta rasa ingin tahu dan senang
belajar matematika. Sikap dan kebiasaan berpikir seperti di atas pada
hakekatnya akan membentuk dan menumbuhkan disposisi matematik (mathematical
disposition), yaitu keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri
siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.
Berdasarkan karakteristik
berpikir matematik dan/atau kompetensi matematika di atas, pengembangan
berpikir matematik dan/atau kompetensi matematika serta sikap siswa perlu
diutamakan untuk siswa SD, SM, juga mahasiswa calon guru. Selain itu pemilikan
kemampuan berpikir matematik terutama yang tergolong pada tingkat tinggi
merupakan peluang untuk siswa untuk mengembangkan rasa percaya diri, keindahan
dan keteraturan matematika, dan menghargai pemdapat yang berbeda. Pengutamaan
pengembangan berpikir matematik tersebut menjadi semakin penting manakala
dihubungkan dengan tuntutan kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing yang semakin
ketat terhadap lulusan berbagai jenjang pendidikan.
Sumber: Universitas
Pendidikan Indonesia. 2008. Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu
Pendidikan. Bandung. UPI Press.
Comments
Post a Comment